Oleh Muhaimin Iqbal
Rabu, 09 November 2011 07:23
Seorang petani menanam tiga bibit pohon kayu di halaman rumahnya, disiraminya setiap hari, dipupuknya dan dirawatnya dengan baik seraya berharap akan tingginya nilai pohon kayu ini nantinya. Seperti ‘tiga anak’ petani yang tumbuh dewasa bareng, ketiga pohon ini-pun selalu berbagi suka dan duka. Suatu hari salah satu dari pohon ini mengajak dua ‘saudara’-nya untuk berbagi cita-cita.
Pohon yang pertama memulai, dia ingin kelak menjadi kayu yang berserat indah sehingga menarik siapapun yang melihatnya. Dia ingin diukir menjadi kotak perhiasan para raja dan ratu karena keindahannya. Pohon kedua bercita-cita ingin menjadi kayu yang sangat kuat, sehingga para pembuat kapal akan mengambilnya untuk menjadi bahan kapal samudra yang menjelajah dunia.
Giliran pohon ketiga berbagi, dia ingin tetap hidup sampai menjadi pohon kayu yang sangat besar dan kuat, dengan daun-daun yang menjulang sehingga bisa mendekati para makluk langit.
Ketika mereka baru mencapai separuh usia, si petani membutuhkan halaman rumahnya untuk keperluan lain. Di potong-lah ketiga pohon ini ketika pohon pertama belum berhasil membentuk serat yang indah, pohon kedua belum menjadi kayu yang kuat dan pohon ketiga belum sempat memiliki daun yang menjulang ke langit.
Oleh si petani dipotong-potongnya kayu-kayu ini dan ditumpuk di halaman rumahnya. Hancur luluh ‘hati’ ketiga kayu ini karena mereka mengira bahwa semua cita-citanya telah kandas di tengah jalan.
Melihat kayu yang hanya dionggokkan di depan rumah, orang-orang yang lewat suka meminta ke petani ini untuk diberi sebagian dari kayu-kayu tersebut. Yang pertama datang adalah seorang tua yang membutuhkan kayu untuk membuat rehal (meja kecil untuk mengaji) bagi anaknya, maka diberinya dia dari bagian kayu pertama.
Yang kedua datang seorang nelayan yang membutuhkan sedikit kayu untuk menambal kapal ikannya yang bocor, diberinyalah dia bagian dari kayu kedua. Yang ketiga datang adalah seorang penggali kubur, yang membutuhkan kayu untuk penghalang antara jasad mayat dengan timbunan tanah – maka diberinyalah dia bagian dari kayu ketiga.
Semakin sedihlah kayu-kayu tersebut karena bukan hanya dipisahkan dari teman-temannya, mereka juga semakin jauh dari cita-cita semula. Namun sebenarnya kayu-kayu ini tidak perlu bersedih kalau tahu apa yang akan terjadi, Sang Pencipta memiliki rencana yang lebih indah dari apa yang mereka cita-citakan.
Kayu yang pertama yang diminta orang tua untuk membuat rehal bagi anaknya tersebut, kelak akan melahirkan anak yang hafal Al-Qur’an dan menjadi ulama besar ketika dewasanya. Posisi rehal yang memiliki kemiringan tertentu, bukan hanya memudahkan anak-anak membaca Al-qur’an tetapi juga memudahkan untuk mengingatnya karena seolah mereka seperti menyusun ayat- demi ayat pada rak-rak yang rapi di otaknya.
Kayu yang menjadi rehal ini lebih indah dari sekedar menjadi tempat perhiasan, karena yang ikut ‘disimpan’-nya adalah ayat-ayat Allah yang menancap kuat di otak anak yang mengaji dengan meletakkan Al-Qur’an di rehal tersebut.
Kayu yang kedua ketika telah menjadi penambal kapal ikan yang bocor suatu saat dipakai untuk pergi menangkap ikan oleh si nelayan dengan anak laki-lakinya. Dalam perjalanan ombak besar menghantam kapal nelayan yang kecil tersebut dan pecah berkeping-keping. Sang ayah hilang ditelan ombak, sedangkan si anak berpegangan pada sebilah kayu – ya bagian kayu tambalan tersebut – untuk akhirnya selamat terbawa arus ke pantai.
Kayu yang menjadi sarana Allah untuk menyelamatkan nyawa anak yang telah menjadi yatim ini, lebih bernilai dari sekedar bagian dari kayu kapal yang menjelajah samudra karena kelak si anak yatim ini menjadi pemimpin umat yang adil dan bijaksana.
Adapun kayu yang ketiga yang digunakan untuk menguburkan jenazah, ternyata dia dipakai untuk menguburkan jenazahnya seorang yang sangat soleh – sehingga ketika masih di kubur-pun sudah sering diperlihatkan surga kepadanya. Kayu kuburan ini ikut menjadi saksi akan keindahan surga dan para penghuninya, menjadi kayu kuburan ini lebih indah dari cita-cita semula tumbuh besar dan kuat dengan daun menjulang ke langit.
Kita sering frustasi, sedih dan putus asa manakala cita-cita dan keinginan kita tidak terscapai. Kita sedih dan putus asa karena kita sok tahu bahwa seolah yang terbaik itu yang kita cita-citakan atau kita inginkan.
Sesungguhnya Allah-lah yang Maha Tahu yang terbaik untuk kita, InsyaAllah kita tidak akan pernah bersedih bila kita yakin bahwa scenario yang lebih indah dari cita-cita dan keinginan kita telah disiapkan olehNya.
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lohmahfuz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS 57 : 22-23).
dikutip dari: geraidinar.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar