Mengkaji perjalanan hidup Nabi Muhammad saw. adalah bagaikan mengarungi samudera nan luas tak bertepi. Kebijakan dan hikmah yang terpancar darinya sangat banyak dan seolah kita tidak akan sanggup untuk menhitung dan menggambarnya. Bagaikan taman, ia juga adalah manusia pilihan Allah swt, yang banyak memberikan suri teladan yang indah dan mengagumkan dalam hampir semua spektrum kehidupannya, baik sebagai pribadi yang tangguh, sebagai kepala keluarga, maupun masyarakat. Ternyata dalam banyak hal kita temukan juga nilai-nilai keteladanan nan luhur dalam aspek bisnis, militer, budaya dan dakwah, kesehatan, sosial, politik serta hukum dan pendidikan.
Buku ini adalah buah Karya:Dr.Muhammad Syafii Antonio, M.Ec & Tim Tazkia Jakarta.
Buku ini sangat bagus untuk anda miliki, sebagai referensi bagi Anda yang mengagumi sosok mulia Nabi Muhammad saw. Sebagai sosok yang menjadi suri tauladan di segala sisi kehidupan manusia.
Buku ini terbagi dalam 8 Jilid, Hard Cover,kertas matt paper,lebih 2.000 halaman,berat 15 kg.
Harga 1 set(8 Jilid) Rp.3.125.000
Pembelian Cash dapat diskon 20% ( Rp.2.500.000)
Pemesanan: Seno/ Oni 081328012736/ 081804423597.atau email: oni.ismadi@yahoo.co.id
Reseller welcome!!
Selasa, 29 Maret 2011
Think Dinar! Muslim Kaya Hari Ini, Super Kaya di Masa Depan
Percayakah, biaya haji turun setiap tahun, biaya sekolah semakin murah, biaya hidup semakin rendah? Jika Anda berpikir DINAR! Pernyataan ini ditulis Endy J. Kurniawan dan terpampang jelas pada cover buku terbarunya yang berjudul “Think Dinar! Muslim Kaya Hari ini, Super Kaya di Masa Depan”.
Endy yakin kalau Dinar merupakan satu-satunya investasi (mata uang) yang trbukti anti inflasi. Bicara Dinar bukannya hanya soal emas atau uang emas semata. Bicara Dinar berarti juga bicara tentang investasi, ekonomi dunia, kebijakan politik, kesejahteraan umat manusia dan segala aspek kehidupan.
Di masa kini bisa dipastikan mereka yang Think Dinar (berpikir Dinar) akan lebih sejahtera dari mereka yang berpikir investasi dan financial secara konvensional. Di masa depan, akan terbukti mereka yang Think Dinar! akan menjadi yang selamat dari berbagai permasalahan krisis di masa depan. Setidaknya terbukti saat Islam bisa memimpin dunia berabad-abad karena menggunakan Dinar.
Buku ini akan mengungkap Dinar secara utuh bukan hanya sebagai alat investasi tapi juga solusi masa kini dan masa depan bagi Anda. Secara lengkap pembaca akan mendapatkan ilustrasi berbagai bentuk investasi dan membandingkannya dengan Dinar.
Buku yang diterbitkan Asma Nadia Publishing House ini dijual dengan harga Rp.57.000. Dengan buku yang ditulisnya ini, Endy mengajak kita untuk mengetahui segala seluk beluk tentang Dinar. Anda akan takjub melihat bagaimana Dinar bisa membantu mengatasi solusi masalah Anda (menabung untuk haji, biaya pendidikan, hari tua, bahkan membayar hutang) dan umat manusia secara keseluruhan. (Rahmat HM)
sumber: majalah franchise
Endy yakin kalau Dinar merupakan satu-satunya investasi (mata uang) yang trbukti anti inflasi. Bicara Dinar bukannya hanya soal emas atau uang emas semata. Bicara Dinar berarti juga bicara tentang investasi, ekonomi dunia, kebijakan politik, kesejahteraan umat manusia dan segala aspek kehidupan.
Di masa kini bisa dipastikan mereka yang Think Dinar (berpikir Dinar) akan lebih sejahtera dari mereka yang berpikir investasi dan financial secara konvensional. Di masa depan, akan terbukti mereka yang Think Dinar! akan menjadi yang selamat dari berbagai permasalahan krisis di masa depan. Setidaknya terbukti saat Islam bisa memimpin dunia berabad-abad karena menggunakan Dinar.
Buku ini akan mengungkap Dinar secara utuh bukan hanya sebagai alat investasi tapi juga solusi masa kini dan masa depan bagi Anda. Secara lengkap pembaca akan mendapatkan ilustrasi berbagai bentuk investasi dan membandingkannya dengan Dinar.
Buku yang diterbitkan Asma Nadia Publishing House ini dijual dengan harga Rp.57.000. Dengan buku yang ditulisnya ini, Endy mengajak kita untuk mengetahui segala seluk beluk tentang Dinar. Anda akan takjub melihat bagaimana Dinar bisa membantu mengatasi solusi masalah Anda (menabung untuk haji, biaya pendidikan, hari tua, bahkan membayar hutang) dan umat manusia secara keseluruhan. (Rahmat HM)
sumber: majalah franchise
Senin, 28 Maret 2011
Ayam (Jangan) Mati di Lumbung Padi
Saya sering menerima masukan bernada kritik bahwa menyimpan emas termasuk kategori menimbun harta, sementara menimbun harta itu dilarang karena membuat harta tak beredar untuk menggerakkan ekonomi, dan ujungnya dikhawatirkan memiskinkan sebagian masyarakat. Islam melarang penimbunan harta, tidak ada keraguan.
Jawaban awal yang bisa dikedepakan untuk hal ini sebenarnya adalah adanya perintah zakat, anjuran infaq, shadaqah dan wakaf harta. Islam mengatur ini karena pasti selalu ada bagian harta kita, atau selalu ada sebagian masyarakat, yang mendiamkan hartanya. Maka zakat, infaq, shadaqah, wakaf (juga qardun hasan/pinjaman baik – pinjaman tanpa imbal hasil apapun, dan semata-mata untuk tujuan menggerakkan ekonomi masyarakat) adalah semacam ‘flushing’ di peredaran darah ekonomi, agar harta macet di simpul arteri bisa berjalan kembali.
Dengan mekanisme ini, ekonomi menjadi seimbang kembali, dan pihak-pihak hepi. Terangkat derajat dan kesejahteraannya bersama. Selalu ada gap antara yang miskin dan yang kaya, tapi jaraknya tipis saja. Pada jaman Umar ibn Khattab dan Umar bin Abdul Aziz tercatat, level ekonomi terbawah terkikis habis, sehingga sulit salurkan zakat, bukan karena tak ada muzakki, tapi justru tak ada mustahik. Level ekonomi menengah tetap ada, tapi mereka bukan objek penerima zakat dan jaminan negara. Sehingga di masyarakat, bagian piramida terbawah hilang. Jumlah terbesar ada di level menengah, dan sebagian kecil di level atas.
Bandingkan dengan fakta yang ada di masyarakat sekarang. Menurut Ust. Dr. Irfan Syauqi Beik, potensi zakat Indonesia Rp 100 Trilyun per tahun (dunia : Rp 6 ribu Trilyun), baru terkumpul 1,5% – nya atau hanya Rp 1,5 Trilyun. Angka ini jelas belum mampu menjadi solusi kemiskinan dan pengembangan taraf kehidupan separuh lebih penduduk negeri ini yang berada di bawah garis kemiskinan. Hasil litbang Kompas yang dikutip geraidinar.com menyebutkan penduduk miskin dengan pengeluaran USD 2 – 4 per hari berjumlah 59,24% atau 146,3 juta jiwa. Ini mendekati angka World Bank yang menyebut angka 170 juta jiwa, dan 3 kali lipat lebih dibandingkan angka versi pemerintah yang meng-klaim ‘hanya’ 30 juta penduduk miskin.
Apakah memang menyimpan emas termasuk menimbun harta? Jika kewajiban ziswaf ditunaikan dan menjadi kesadaran kolektif sehingga potensi sebesar Rp 100 Trilyun per tahun di negeri ini benar-benar dapat digalang, menurut saya tidak ada celah untuk saling menyalahkan. Itu baru tentang zakat, PR pertama kita.
Ada hal lain, seringkali muncul desakan pertanyaan berikutnya : “Harta masyarakat harus lebih banyak mengalir lewat lembaga keuangan dan perbankan, agar ekonomi bisa bergerak lebih cepat. Jika menyimpan emas, ini tak terjadi.”
Saya harus tanya balik untuk memastikan yang bertanya tahu keterhubungan langsung jumlah dana yang kita tabung dengan produktivitas ekonomi. Jika kita menabung atau menyimpan sejumlah uang di bank, berapa dari jumlah itu yang akan mengalir untuk membiayai roda ekonomi sehingga menyebabkan pertumbuhan?
Sekitar 10%-15% jika Anda tabung di bank konvensional.
Atau mencapai 70% jika Anda tabung di bank syariah.
Saya mesti bilang Anda yang menyimpan uang jutaan bahkan milyaran rupiah di bank-bank konvensional sebagai orang yang dzalim yang merugi, apalagi jika tak keluarkan zakatnya. Dzalim karena uang itu kecil sekali yang menetes ke level ekonomi di bawah untuk jadi modal usaha dan lainnya, dan inilah sebenarnya hakikat menimbun harta. Rugi karena return-nya tak memadai, kalah dari laju inflasi : naik 6% – 8% per tahun saja, melawan inflasi yang mencapai rata-rata 10% (6% inflasi umum dan 12% inflasi kebutuhan pokok). Berdosa pula karena tak tunaikan zakat. Lebih-lebih tak barakah (bertambah) karena tak keluarkan shadaqah.
(Untuk diketahui, masyarakat kita juga masih ‘tak adil’ dalam berzakat. Mereka sibuk bertanya nishab-haul zakat hanya ketika simpanannya emas, padahal tabungan, deposito dan simpanan lainnya di bank juga adalah objek zakat)
95% dari total uang beredar di muka bumi digulirkan, digandakan segelintir pihak, menciptakan gelembung uang yang semu di sektor keuangan, bukan di sektor riil yang berarti memperbesar produksi untuk mengimbangi konsumsi.
Maka sebetulnya sungguh aneh, di tengah melesatnya IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan), mengalirnya Hot Money dari luar Indonesia ke bursa semenjak pertengahan 2010, kemudahan memperoleh kredit (konsumtif) di tengah masyarakat, Indonesia sendiri terancam de-industrialisasi. Sinyal kekhawatiran ini dikirim sendiri oleh Bank Indonesia, berikut dampaknya : turunnya nilai tambah industri nasional, tergerusnya aktivitas perekonomian, pengangguran dan kemiskinan.
Banyak sekali fakta negatif diluar sana. Bayangkan, non-productive loan, semacam kredit usaha yang telah disetujui, parkir sebesar puluhan trilyun di bank. Ini terjadi juga di banyak negara, terutama Amerika. Kredit itu seharusnya mengalir menjadi tambahan modal di sektor industri untuk menggerakkan ekonomi, tapi tak jadi, karena kekhawatiran akan resiko usaha, dan penerima kredit merasa lebih untung dan pasti mendapatkan keuntungan (berupa bunga) dengan cara membuat dana itu parkir di bank. Atau di-investasikan di sektor keuangan, bukan di sektor riil.
Di sisi lain, pengusaha kecil sulit sekali mendapatkan dana pinjaman. Padahal mereka sangat membutuhkannya untuk perluasan usaha, ekstensifikasi market dan penambahan tenaga kerja. Melihat dua fakta diatas, sungguh tak adil. Situasi ini disebabkan oleh rendahnya dukungan sektor perbankan dalam pemberian kredit ke sektor industri. Fokus mereka masih di sektor jasa keuangan, yang tak berhubungan langsung dengan penyerapan tenaga kerja dan tersedianya produk yang murah di pasar.
Selama 2010, pertumbuhan industri hanya 4%, tertinggal dari pertumbuhan ekonomi yang mencapai 6%. Angka pengangguran bertambah. Di pasar, pelaku usaha lebih mudah dan murah memperdagangkan barang impor (terutama dari Cina) daripada memperjualbelikan hasil industri dalam negeri yang justru lebih mahal dan tak terjangkau harganya oleh pembeli. Cina dan India, dua negara yang sama potensinya (persentase kapasitas tersimpan) dengan Indonesia dalam hal sumber daya manusia/tenaga kerja adalah dua negara yang mampu menyeimbangkan kemampuan produksinya daya beli pasar. Sementara Indonesia, seperti diakui Menkeu pada awal dilantiknya, 70% aktivitas ekonominya digerakkan oleh sektor konsumsi.
Maka sebetulnya persoalan tak sesederhana ketika kita melontarkan ‘tuduhan’ bahwa menyimpan emas berarti telah menginisiasi mandeg-nya perekonomian.
Kesadaran ber-zakat, infaq dan shadaqah masyarakat masih sangat rendah (meski terus meningkat tiap waktu), di sisi lain kebijakan perbankan yang tak mendukung sektor riil, adalah dua sebab yang paling sistemik menyebabkan banyak persoalan ekonomi.
Masyarakat punya logika dan pertimbangan sendiri ketika memutuskan apakah menyimpan emas ataukah tabungan untuk keperluan penyelamatan asset pribadi.
Mereka akan memilih yang terbaik dari sisi proteksi untuk melindungi simpanan dari ancaman inflasi. Mereka memerlukan simpanan yang melindungi Rupiah yang setiap saat bisa tak bernilai karena dibenamkan depresiasi nilainya terhadap mata uang asing. Mereka mementingkan likuiditas (kemudahan dalam mencairkan ketika memerlukan dana tunai) saat ada kebutuhan mendadak ataupun perlu tambahan modal usaha.
Semua jawabannya ada pada simpanan emas. Bukan simpanan di produk perbankan.
Wallahua’lam
Penulis: Endy J. Kurniawan, Pengarang Buku "Think Dinar"
sumber: http://endyjkurniawan.com
Jumat, 18 Maret 2011
Kedele Edamame Indonesia Menggiurkan!
Artikel Terkait:
Edamame: Camilan Alami Peningkat Energi
Kontainer Hilang, Eksportir Kedelai Kalang Kabut
Untuk sebagian orang di Indonesia, kedele edamame mungkin masih terdengar asing. Kedele sayuran ini baru bisa dijumpai di restoran Jepang atau restoran berkelas lainnya untuk disantap atau dimasak menjadi sup.
Peluang pasar kedele edamame sesunguhnya cukup besar, baik untuk ekspor maupun lokal. Bahkan, kedele jenis ini berpotensi mengurangi volume impor bahan baku pakan ternak maupun industri makanan di Tanah Air, asalkan panennya dilakukan lebih lama lagi.
Pasalnya, produktivitas kedele edamame dibandingkan dengan kedele yang dibudidayakan selama ini jauh lebih tinggi. Jika kedele biasa hanya mampu menghasilkan 1,1 ton-1,5 untuk setiap hektarenya, maka melalui budi daya edamame hasil yang bakal diperoleh melalui luasan yang sama bisa mencapai 3,5 ton.
Hanya saja, hingga saat ini benih tanaman masih harus diimpor dengan harga yang cukup tinggi. Setelah itu, petani maupun perusahaan dapat menangkar sendiri benih, meski benih tersebut menjadi generasi kedua dari benih yang asli.
Tentunya untuk memperoleh hasil maksimal diperlukan kerja ekstra, namun hasil yang diperoleh akan lebih besar lagi jika produksi kedele yang dihasilkan mempunyai pasar ekspor yang jelas.
Panen singkat
Untuk menghasilkan edamame dengan tujuan ekspor atau dipasarkan di pasar swalayan di dalam negeri atau supermarket lainnya, sejak penanaman hingga siap panen atau sampai tahap pod filling membutuhkan waktu relatif singkat yakni 57 hari.
Lewat dari masa tersebut, kedele muda tadi akan memasuki tahap kematangan yang pada akhirnya menjadi biji-biji kedele.
Selanjutnya, biji-biji kedele tadi dikeringkan hingga kadar airnya berkisar 15%-18%. Untuk dijadikan benih, biji-biji tersebut harus melalui proses penyimpanan yang diatur dengan suhu tertentu.
Selama ini, budi daya kedele yang dilakukan petani baru sampai tahap pengeringan, sehingga sulit memperoleh benih bermutu. Padahal, untuk menghasilkan benih berkualitas dibutuhkan proses yang cukup panjang.
Namun, untuk memanen edamame berbeda dengan panen kedele yang sudah matang, dimana pemanenan dilakukan saat biji saat masih terbungkus kulit dan dipetik langsung dari pohon. Sementara, untuk memperoleh kedele matang baru bisa dilakukan saat tanaman benar-benar sudah tua dan selanjutnya dilakukan pemotongan tanaman.
Setelah biji yang terbungkus kulit tersebut dipetik dari pohonnya, kedele sayur tersebut dibawa ke mesin pengolah untuk diproses dan disortir, kemudian didinginkan di bawah suhu minus 30 derajat Celsius untuk selanjutnya diekspor.
Ada dua bentuk edamame yang siap diekspor Jepang yakni yang masih terbungkus kulit dan berkualitas baik serta berbentuk biji karena kurang memenuhi standar seperti yang terbungkus kulit.
Saat ini, pengembangan edamame secara besar-besaran di Indonesia baru terdapat di Jawa Timur. Salah satu perusahaan yang mengembangkan budi daya kedele edamame melalui skala besar adalah PT Mitratani Dua Tujuh.
Pengembangan yang dilakukan perusahaan itu di Jember, Jatim melibatkan petani di sekitarnya. Sejumlah petani plasma perusahaan itu yang ditemui Bisnis beberapa waktu lalu menyatakan budi daya kedele edamame lebih menguntungkan dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya seperti padi.
Selain masa panenya relatif lebih singkat, prospek kedele edamame di masa mendatang cukup menjanjikan serta memberikan keuntungan karena harganya lebih mahal.
Sebab harga yang dibeli perusahaan disesuaikan dengan harga pasar internasional, mengingat produksi kedele edamame yang dihasilkan Mitratani Dua Tujuh seluruhnya diekspor ke pasar Jepang dalam bentuk beku.
Masyarakat Jepang memang terkenal sebagai konsumen edamame beku atau diolah dalam bentuk lainnya.
Kebutuhan besar
Sebagai gambaran, selama 2001 saja kebutuhan Jepang akan edamame mencapai 70.000 ton. Dari kebutuhan sebanyak itu, sebagian dipasok dari Cina yang menguasai 50% pasar edamame Jepang , disusul Taiwan (35%) dan sisanya disuplai Thailand, Vietnam, dan Indonesia melalui Mitratani Dua Tujuh.
Kedele hasil rekayasa teknologi (dari sub tropis ke tropis) yang dikembangkan di Jember itu berpeluang merebut pasokan Taiwan, Thailand, dan Vietnam, karena selain mutunya lebih baik juga harganya murah.
Selama 2001, Taiwan menjual edamame di pasar Jepang dengan harga US$1,65 per kg, sedangkan Thailand maupun Vietnam US$1,62/kg. Padahal, Mitratani Dua Tujuh mampu menjual US$1,45 hingga US$1,55/kg. Itu pun sudah dalam kemasan dengan merek dagang importir.
Importir kedele edamame asal Jember a.l. Totota Tshushu Cp Ltd dan Life Food Corp juga meminta nama Mitratani Dua Tujuh juga tertulis dalam kemasan karena lebih disukai oleh konsumen (rasanya dinilai lebih enak).
Selanjutnya, importir menjual produk Indonesia itu dengan harga US$7,2 per kg di supermarket kota-kota besar di Jepang.
“Sebenarnya kami berpeluang merebut pasokan Taiwan, Thailand dan Vietnam karena produk PT Mitratani lebih murah dan lebih disukai oleh konsumen. Tapi kami hanya mampu memproduksi 2.000 ton tahun ini, karena masih terbatasnya pendanaan,” kata Erwin Susanto Sadirsan, presdir PT Mitratani Dua Tujuh.
Menurut Erwin, perusahaannya membutuhkan tambahan dana untuk pengembangan areal budi daya edamame melalui pola inti-plasma, peningkatan kapasitas produksi mesin pengolah, pengadaan benih, serta keperluan untuk kewajiban lainnya.
Dengan adanya tambahan dana, dia optimisitis Mitratani bisa merebut sekitar 10%-15% kebutuhan pasar Jepang atas komoditas tersebut.
Sementara, dampak dari budi daya dan industri (agroindustri) edamame di Jember itu sangat besar, karena menyerap ribuan tenaga kerja.
Selain dikembangkan oleh Mitratani Dua Tujuh, budi daya kedele edamame skala besar juga dilakukan oleh BUMN Kehutanan yakni PT Perhutani.
Hingga 2001 saja, sebagaimana dikemukakan Marsanto, dirut Perhutani, perusahaan itu telah mengeluarkan miliaran rupiah untuk keperluan tersebut.
Adapun areal budi daya kedele edamame yang dikembangkan Perhutani berada di empat wilayah yaitu Banyuwangi 900 hektare, Bondowoso 400 hektare, Jember 300 hektare, serta Blitar 300 hektare.
Marsanto mengakui jika produktivitas kedele edamame lebih tinggi dibandingkan dengan kedele yang selama ini ditanami petani. Sehingga, melalui budi daya edamame diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup petani dan pada akhirnya diharapkan mampu mengurangi tindak pencurian kayu dari hutan yang dikelola Perhutani.
Jadi kalau anda bingung untuk memutar uang, tidak ada salahnya mencoba mengembangkan tanaman jenis ini. Kalaupun belum mampu menembus pasar ekspor, pasar lokal tampaknya siap menampung edamame yang dihasilkan.
Sumber : Bisnis.com
Edamame: Camilan Alami Peningkat Energi
Artikel Terkait:
Kedele Edamame Indonesia Menggiurkan
Kontainer Hilang, Eksportir Kedelai Kalang Kabut
Sajian satu cangkir edamame bisa memenuhi 116 persen saran takaran saji harian tryptophan, yang membantu meregulasi nafsu makan, membantu kualitas tidur, dan bantu perbaiki mood, ketiga faktor ini memiliki peran penting dalam memengaruhi level energi. Dalam jumlah itu pula, Anda akan mendapatkan 57 persen protein harian yang disarankan, 43 persen asam lemak Omega-3, 41 persen serat, dan 49 persen kebutuhan harian zat besi tubuh, yang kesemuanya itu dibutuhkan tubuh untuk menambah energi.
Kacang kedelai juga kaya akan molybdenum, mineral yang membantu sel-sel tubuh berfungsi dengan optimal, memfasilitasi penggunaan zat besi, membantu metabolisme lemak dan karbohidrat, mendorong kewaspadaan, mendorong konsentrasi, dan menyeimbangkan level gula darah. Semua fungsi ini krusial untuk menghubungkan produksi dan menjaga level energi. Molybdenum juga membantu mencegah anemia, penyebab terumum kekurangan zat besi yang menyebabkan kelelahan.
Ditambah lagi, kacang kedelai kaya akan asam folat, pendorong mood alamiah yang menunjukkan peningkatan level serotonin dan mengatasi gejala depresi. Edamame bisa didapatkan di restoran yang menjual makanan asal Jepang, seperti sushi. Pesan jadi dan dinikmati selagi hangat dan gurih juga enak.
NAD
Editor: Nadia Felicia
Sumber: Kompas.com
Langganan:
Postingan (Atom)