Artikel Terkait:
Edamame: Camilan Alami Peningkat Energi
Kontainer Hilang, Eksportir Kedelai Kalang Kabut
Untuk sebagian orang di Indonesia, kedele edamame mungkin masih terdengar asing. Kedele sayuran ini baru bisa dijumpai di restoran Jepang atau restoran berkelas lainnya untuk disantap atau dimasak menjadi sup.
Peluang pasar kedele edamame sesunguhnya cukup besar, baik untuk ekspor maupun lokal. Bahkan, kedele jenis ini berpotensi mengurangi volume impor bahan baku pakan ternak maupun industri makanan di Tanah Air, asalkan panennya dilakukan lebih lama lagi.
Pasalnya, produktivitas kedele edamame dibandingkan dengan kedele yang dibudidayakan selama ini jauh lebih tinggi. Jika kedele biasa hanya mampu menghasilkan 1,1 ton-1,5 untuk setiap hektarenya, maka melalui budi daya edamame hasil yang bakal diperoleh melalui luasan yang sama bisa mencapai 3,5 ton.
Hanya saja, hingga saat ini benih tanaman masih harus diimpor dengan harga yang cukup tinggi. Setelah itu, petani maupun perusahaan dapat menangkar sendiri benih, meski benih tersebut menjadi generasi kedua dari benih yang asli.
Tentunya untuk memperoleh hasil maksimal diperlukan kerja ekstra, namun hasil yang diperoleh akan lebih besar lagi jika produksi kedele yang dihasilkan mempunyai pasar ekspor yang jelas.
Panen singkat
Untuk menghasilkan edamame dengan tujuan ekspor atau dipasarkan di pasar swalayan di dalam negeri atau supermarket lainnya, sejak penanaman hingga siap panen atau sampai tahap pod filling membutuhkan waktu relatif singkat yakni 57 hari.
Lewat dari masa tersebut, kedele muda tadi akan memasuki tahap kematangan yang pada akhirnya menjadi biji-biji kedele.
Selanjutnya, biji-biji kedele tadi dikeringkan hingga kadar airnya berkisar 15%-18%. Untuk dijadikan benih, biji-biji tersebut harus melalui proses penyimpanan yang diatur dengan suhu tertentu.
Selama ini, budi daya kedele yang dilakukan petani baru sampai tahap pengeringan, sehingga sulit memperoleh benih bermutu. Padahal, untuk menghasilkan benih berkualitas dibutuhkan proses yang cukup panjang.
Namun, untuk memanen edamame berbeda dengan panen kedele yang sudah matang, dimana pemanenan dilakukan saat biji saat masih terbungkus kulit dan dipetik langsung dari pohon. Sementara, untuk memperoleh kedele matang baru bisa dilakukan saat tanaman benar-benar sudah tua dan selanjutnya dilakukan pemotongan tanaman.
Setelah biji yang terbungkus kulit tersebut dipetik dari pohonnya, kedele sayur tersebut dibawa ke mesin pengolah untuk diproses dan disortir, kemudian didinginkan di bawah suhu minus 30 derajat Celsius untuk selanjutnya diekspor.
Ada dua bentuk edamame yang siap diekspor Jepang yakni yang masih terbungkus kulit dan berkualitas baik serta berbentuk biji karena kurang memenuhi standar seperti yang terbungkus kulit.
Saat ini, pengembangan edamame secara besar-besaran di Indonesia baru terdapat di Jawa Timur. Salah satu perusahaan yang mengembangkan budi daya kedele edamame melalui skala besar adalah PT Mitratani Dua Tujuh.
Pengembangan yang dilakukan perusahaan itu di Jember, Jatim melibatkan petani di sekitarnya. Sejumlah petani plasma perusahaan itu yang ditemui Bisnis beberapa waktu lalu menyatakan budi daya kedele edamame lebih menguntungkan dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya seperti padi.
Selain masa panenya relatif lebih singkat, prospek kedele edamame di masa mendatang cukup menjanjikan serta memberikan keuntungan karena harganya lebih mahal.
Sebab harga yang dibeli perusahaan disesuaikan dengan harga pasar internasional, mengingat produksi kedele edamame yang dihasilkan Mitratani Dua Tujuh seluruhnya diekspor ke pasar Jepang dalam bentuk beku.
Masyarakat Jepang memang terkenal sebagai konsumen edamame beku atau diolah dalam bentuk lainnya.
Kebutuhan besar
Sebagai gambaran, selama 2001 saja kebutuhan Jepang akan edamame mencapai 70.000 ton. Dari kebutuhan sebanyak itu, sebagian dipasok dari Cina yang menguasai 50% pasar edamame Jepang , disusul Taiwan (35%) dan sisanya disuplai Thailand, Vietnam, dan Indonesia melalui Mitratani Dua Tujuh.
Kedele hasil rekayasa teknologi (dari sub tropis ke tropis) yang dikembangkan di Jember itu berpeluang merebut pasokan Taiwan, Thailand, dan Vietnam, karena selain mutunya lebih baik juga harganya murah.
Selama 2001, Taiwan menjual edamame di pasar Jepang dengan harga US$1,65 per kg, sedangkan Thailand maupun Vietnam US$1,62/kg. Padahal, Mitratani Dua Tujuh mampu menjual US$1,45 hingga US$1,55/kg. Itu pun sudah dalam kemasan dengan merek dagang importir.
Importir kedele edamame asal Jember a.l. Totota Tshushu Cp Ltd dan Life Food Corp juga meminta nama Mitratani Dua Tujuh juga tertulis dalam kemasan karena lebih disukai oleh konsumen (rasanya dinilai lebih enak).
Selanjutnya, importir menjual produk Indonesia itu dengan harga US$7,2 per kg di supermarket kota-kota besar di Jepang.
“Sebenarnya kami berpeluang merebut pasokan Taiwan, Thailand dan Vietnam karena produk PT Mitratani lebih murah dan lebih disukai oleh konsumen. Tapi kami hanya mampu memproduksi 2.000 ton tahun ini, karena masih terbatasnya pendanaan,” kata Erwin Susanto Sadirsan, presdir PT Mitratani Dua Tujuh.
Menurut Erwin, perusahaannya membutuhkan tambahan dana untuk pengembangan areal budi daya edamame melalui pola inti-plasma, peningkatan kapasitas produksi mesin pengolah, pengadaan benih, serta keperluan untuk kewajiban lainnya.
Dengan adanya tambahan dana, dia optimisitis Mitratani bisa merebut sekitar 10%-15% kebutuhan pasar Jepang atas komoditas tersebut.
Sementara, dampak dari budi daya dan industri (agroindustri) edamame di Jember itu sangat besar, karena menyerap ribuan tenaga kerja.
Selain dikembangkan oleh Mitratani Dua Tujuh, budi daya kedele edamame skala besar juga dilakukan oleh BUMN Kehutanan yakni PT Perhutani.
Hingga 2001 saja, sebagaimana dikemukakan Marsanto, dirut Perhutani, perusahaan itu telah mengeluarkan miliaran rupiah untuk keperluan tersebut.
Adapun areal budi daya kedele edamame yang dikembangkan Perhutani berada di empat wilayah yaitu Banyuwangi 900 hektare, Bondowoso 400 hektare, Jember 300 hektare, serta Blitar 300 hektare.
Marsanto mengakui jika produktivitas kedele edamame lebih tinggi dibandingkan dengan kedele yang selama ini ditanami petani. Sehingga, melalui budi daya edamame diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup petani dan pada akhirnya diharapkan mampu mengurangi tindak pencurian kayu dari hutan yang dikelola Perhutani.
Jadi kalau anda bingung untuk memutar uang, tidak ada salahnya mencoba mengembangkan tanaman jenis ini. Kalaupun belum mampu menembus pasar ekspor, pasar lokal tampaknya siap menampung edamame yang dihasilkan.
Sumber : Bisnis.com
Dalam Pengembangan budidaya Edamame sama halnya dengan budidaya kedelai biasa, hanya saja untuk budidaya Edamame, pengolahan lahan harus optimal dan penanamannya bibuat bedengan/ guludan. Di Indonesia kedelai jepang ini dapat dikembangkan baik di dataran rendah maupun didataran tinggi. Edamame memerlukan hawa yang cukup panas dengan curah hujan yang relatif tinggi. Sehingga jenis ini cocok bila ditanam di Indonesia yang beriklim tropis. Pada umumnya, pertumbuhan tanaman edamame dapat tumbuh baik pada tanah-tanah alluvial, regosol, grumosol, latosol, dan andosol dengan drainase dan aerasi yang baik, Selain itu, ia menghendaki tanah yang subur, gembur, dan kaya bahan organik. Keasamaan tanah ( pH) yang cocok untuknya berkisar antara 5, 8-7, 0. Tanah yang terlalu asam akan menghambat pertumbuhan bintil akar dan proses nitrifikasi. Sebagai indikator yang paling mudah adalah jagung. Bila tanah itu baik untuk jagung, maka baik pula untuk jenis kedelai ini.
BalasHapusNamun pengembangan budidaya Edamame masih terkendala dalam penyediaan benih. Saya sendiri sedang mengembangkan benih Edamame Jika ada petani/ pengembang yang ingin mencoba untuk budidaya Edamame silahkan hub. sayau via Telp./ SMS di 081336954040; 085885333595; 081252811757 atau via Email ariefsukir@ yahoo.co.id. Saya akan membantu baik konsultasi teknis budidaya edamame maupun informasi berkaitan dengan cara / budidaya Edamame. Tq
BalasHapus
Dalam Pengembangan budidaya Edamame sama halnya dengan budidaya kedelai biasa, hanya saja untuk budidaya Edamame, pengolahan lahan harus optimal dan penanamannya bibuat bedengan/guludan. Di Indonesia kedelai jepang ini dapat dikembangkan baik di dataran rendah maupun didataran tinggi. Edamame memerlukan hawa yang cukup panas dengan curah hujan yang relatif tinggi. Sehingga jenis ini cocok bila ditanam di Indonesia yang beriklim tropis. Pada umumnya, pertumbuhan tanaman edamame dapat tumbuh baik pada tanah-tanah alluvial, regosol, grumosol, latosol, dan andosol dengan drainase dan aerasi yang baik, Selain itu, ia menghendaki tanah yang subur, gembur, dan kaya bahan organik. Keasamaan tanah (pH) yang cocok untuknya berkisar antara 5,8-7,0. Tanah yang terlalu asam akan menghambat pertumbuhan bintil akar dan proses nitrifikasi. Sebagai indikator yang paling mudah adalah jagung. Bila tanah itu baik untuk jagung, maka baik pula untuk jenis kedelai ini.
BalasHapusNamun pengembangan budidaya Edamame masih terkendala dalam penyediaan benih. Saya sendiri sedang mengembangkan benih Edamame yang bekerjasama dengan petani binaan di jember. Saat ini sudah menghasilkan benih dan sebagian sudah dibudidayakan dan ditanam oleh petani Edamame di daerah Bogor Jawa Barat dan sekitarnya, Jawa Tengah dan Jawa Timur sendiri. Jika ada petani/pengembang yang ingin mencoba untuk budidaya Edamame silahkan hub. sayau via Telp./SMS di 081226811448; 085733660442 atau via
Email ariefsukir@yahoo.co.id. Saya akan membantu informasi berkaitan dengan cara / budidaya Edamame. Tq
Yang membutuhkan benih edamame bisa kontak di 082226633222 (sms/WA)
BalasHapus